Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 20 Maret 2014

GAYA "CLASSIC" PARA PARPOL

Pemilihan Umum alias “pemilu” akan diselenggarakan pada tahun ini, tepatnya pada tanggal 9 April 2014. Seluruh warga negara Indonesia dari sabang sampai merauke, didalam maupun diluar negeri, laki-laki ataupun perempuan, akan menggunakan “hak politik”-nya untuk memilih calon legislatif “caleg” yang akan menduduki jabatan sebagai “wakil rakyat” di tingkat DPD, DPRD, & DPR, serta puncaknya adalah pemilihan presiden/pilpres yang akan diselenggarakan sekitar bulan Juni mendatang. Pastinya mereka para pemilih haruslah WNI yang berusia diatas 17 tahun, memiliki KTP serta terdaftar didalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di KPU setempat.

Pemilu tahun ini bisa dibilang lebih “irit” dibanding pemilu tahun lalu, karena hanya ada 15 partai politik (parpol) yang lolos untuk memperebutkan kursi sebagai anggota legislatif di Indonesia. 12 merupakan parpol nasional dan 3 merupakan parpol lokal/daerah. Mereka berlomba-lomba menarik simpati rakyat demi memenangkan pemilu guna mencapai target kursi legislatif yang diinginkan. Kampanye terbuka mulai dilaksanakan dari tanggal 16 Maret kemarin s/d 5 April mendatang. Yang menjadi sorotan saya adalah gaya kampanye para parpol yang terkesan “classic” alias nggak berubah dari tahun ke tahun.

Kenapa “classic” ?? karena saya perhatikan dari tahun ke tahun, kampanye terbuka parpol identik dengan : >> Panggung/mimbar besar nan megah, diisi dengan orasi & penyampaian visi misi parpol tsbt yang biasanya dilakukan oleh “jurkam”/juru kampanye parpol masing-masing, selain itu hiburan yang “monoton” seperti pentas musik dangdut yang menampilkan artis ibukota selalu mewarnai kampanye terbuka para parpol, padahal hiburan seperti itu saya rasa kurang pantas, mengingat banyak nya anak-anak yang diikutsertakan dalam kampanye. >>Atribut kampanye seperti kaos, sticker, poster, gantungan kunci, kalender,dsb dengan design yang “serupa tapi tak sama” itu pun seakan menjadi atribut wajib dalam mengikuti kampanye para parpol. Tak ketinggalan, >>“Spanduk & Baliho” dengan berbagai macam ukuran akan turut hadir menghiasi setiap sudut kota, yang lagi-lagi design nya “nggak” jauh-jauh dari design atribut kampanye lainnya yang berisikan nama, no.urut, & slogan parpol caleg tsb.

Menurut saya pribadi, seharusnya gaya “classic” tsbt bisa diganti dengan cara yang lebih “kreatif”, yang tentunya akan lebih banyak mengundang minat masyarakat dari kalangan luas untuk berpartisipasi aktif dalam kampanye terbuka. Misalnya saja, acara panggung yang biasanya diisi dengan pementasan musik dangdut diubah menjadi pementasan “tarian & kesenian” khas masing-masing daerah. Lalu untuk “design atribut” parpol yang identik dgn “serupa tak sama” ada baikknya menggaet kaum muda yang berjiwa kreatif & inovativ untuk mendesign setiap atribut masing-masing parpol. Ini bertujuan agar atribut parpol bisa diterima oleh semua kalangan & tidak terkesan “monoton” antara parpol yang satu dengan yang lainnya. Untuk “spanduk & baliho” sebaiknya dibuat dalam bentuk “e-poster & e-banner” agar bisa dipasang di media komunikasi masing-masing parpol seperti Facebook, Twitter, Web, dll. Ini akan jauh lebih ekonomis dan menghemat bahan baku yang bisa merusak “lingkungan”.


Tak ada yang salah memang dengan gaya “classic” yang digunakan oleh para parpol tsb, selain cukup efektif untuk mendulang suara rakyat dari “kalangan tertentu”, gaya classic tsbt bisa memberikan “rezeki nomplok” bagi para pengusaha percetakan. Hanya saja, menurut saya jika ada cara lain yang lebih “kreatif” dan bisa menarik lebih banyak minat masyarakat dari “berbagai kalangan” untuk ikut bertartisipasi dalam kampanye terbuka,  why not ?? J

Selasa, 04 Maret 2014

HAKIM = WAKIL TUHAN !

Beberapa waktu belakangan ini sedang ramai diberitakan oleh media tentang seleksi calon hakim ketua Mahkamah Konstitusi (MK), mereka yang mencalonkan diri sebagai hakim tersebut akan memperebutkan 2 kursi hakim di Mahkamah Konstitusi. Dari informasi yang saya lihat di media, saat ini ada 11 calon hakim yang diajukan oleh komisi III DPR untuk mengikuti tes kelayakan yang akan diuji oleh “tim pakar”, ke-11 calon hakim ini merupakan orang-orang dengan kualitas pendidikan yang sangat “menakjubkan”, ini terlihat jelas dari gelar pendidikan yang tertera “sebelum & sesudah” nama mereka, selain itu beberapa calon hakim yang berprofesi sebagai Rektor, Dekan, & Dosen, makin meyakinkan diri saya akan intelektual yang mereka miliki, tentunya dalam bidang hukum.

Tapi apa gelar pendidikan & intelektual saja cukup ? tentu saja tidak, menurut saya kriteria seorang hakim dalam membuat keputusan yang akan memberikan dampak bagi konstitusi negara ini, tidak bisa hanya dinilai dari kecerdasan intelektual (IQ) saja, tetapi harus dinilai juga dari Emotional Question (EQ) & Spritiual Question (SQ), kenapa demikian ?. Menjadi seorang hakim yang memutus sebuah perkara tentu bukan hal yang mudah, tekanan dari beberapa pihak pastinya mewarnai putusan-putusan yang telah diambil, disinilah kecerdasan emosional (EQ) seorang hakim dibutuhkan, ia harus mampu mengelola emosinya agar tidak terbawa oleh arus tekanan-tekanan yang dihadapi, yang bisa menggoyahkan keputusan yang telah diambil.

Selain Emotional Question (EQ), Spiritual Question (SQ) juga sangat diperlukan oleh seorang hakim. Jika hakim tersebut memliliki SQ yang matang ia akan memiliki prinsip bahwa jabatan sebagai seorang hakim merupakan “amanah” dari Tuhan YME, dimana segala keputusan yang diambil olehnya akan “dipertanggung jawabkan” kembali di hadapan Tuhan YME. Jadi ia tidak akan main-main dalam mengambil sebuah putusan perkara dan akan bersungguh-sungguh dalam pekerjannya.

Untuk saya pribadi, seorang hakim dimata saya sama saja dengan “Wakil Tuhan”, karena ia merupakan orang yang pertama kali mengadili orang-orang yang melanggar hukum di dunia, (tentu nya sebelum diadili di pengadilan sesungguhnya di akhirat nanti). Sebagai “wakil tuhan” tentunya ia menjadi sorotan di masyarakat luas, tidak hanya putusan yang ditetapkan oleh nya, tetapi sikap & perilakunya juga tak akan luput dari perhatian masyarakat.

Jadi wajar sajalah jika “tim pakar” kesulitan menemukan “wakil tuhan” yang tepat untuk mengisi kekosongan kursi di Mahkamah Konstitusi, mengingat kredibilitas mereka dipertaruhkan dalam menentukan “wakil tuhan” tsb, ditambah kejadian beberapa waktu lalu tentang adanya dugaan penyuapan yang melibatkan salah satu hakim MK dalam pemilu disalah satu daerah di Indonesia sempat mencoreng wajah MK dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas lembaga konstitusi tertinggi di negara ini. Tapi saya yakin, dari sekian banyak pakar hukum di Indonesia pasti ada yang diberikan kepercayaan oleh Tuhan YME untuk menduduki “jabatan” sebagai “wakil-Nya” di dunia, untuk menegakkan “keadilan & kebenaran” dalam carut-marutnya permasalahan hukum di Indonesia.

Siapa dia ?? entahlah, sebagai masyarakat biasa kita hanya bisa menunggu “wakil tuhan” tsb menampakan jati dirinya, tapi kapan ia akan datang ?? bisa saja besok, atau lusa, atau mungkin minggu/bulan depan, kita tak pernah tahu itu semua rahasia Tuhan YME. J